Singapura memperketat regulasi aset digital, industri Web3 mungkin menghadapi penyesuaian besar
Pada 30 Mei 2025, Otoritas Moneter Singapura (MAS) menerbitkan dokumen tanggapan mengenai regulasi baru untuk penyedia layanan token digital (DTSP). Langkah ini dapat memiliki dampak mendalam pada keseluruhan lanskap industri Web3 di Asia, sementara banyak orang belum menyadari pentingnya hal ini.
Peraturan baru akan mulai berlaku secara resmi pada 30 Juni 2025, MAS secara tegas menyatakan tidak ada periode transisi. Ini berarti sebuah "pengunduran Web3 Singapura" berskala besar mungkin telah dimulai secara diam-diam.
MAS dengan jelas menyatakan dalam dokumen yang penuh dengan kata-kata pedas ini: "Kami akan mengambil sikap yang sangat hati-hati." Ini menandakan bahwa Singapura, yang pernah dianggap sebagai "surga ramah kripto Asia" oleh para praktisi Web3 global, sedang mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dengan cara yang mengejutkan — bukan penyesuaian kebijakan secara bertahap, tetapi hampir seperti pengetatan regulasi yang "jatuh dari tebing."
Bagi proyek dan institusi yang masih mengamati, pertanyaannya mungkin bukan lagi "apakah akan pergi", tetapi "kapan akan pergi" dan "kemana akan pergi".
Kemuliaan Masa Lalu: Era Keemasan Arbitrase Regulasi
Melihat kembali Singapura di tahun 2021, ketika China melarang perdagangan cryptocurrency secara total dan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) memperketat regulasi, pulau kecil ini justru menyambut para pengusaha Web3 dengan tangan terbuka. Beberapa lembaga terkenal memilih untuk mendirikan kantor pusat di sini, bukan hanya karena pajak capital gain 0%, tetapi juga karena sikap "menerima inovasi" yang ditunjukkan oleh MAS pada saat itu.
Saat itu, Singapura dapat dianggap sebagai "surga arbitrase regulasi" untuk industri Web3. Di sini, mendaftar perusahaan berarti dapat secara legal menyediakan layanan aset digital kepada pengguna di seluruh dunia (kecuali Singapura), sambil menikmati reputasi sebagai pusat keuangan Singapura. Model bisnis "berbasis di Singapura, melayani dunia" ini sempat menarik banyak praktisi Web3.
Namun, peraturan baru DTSP di Singapura berarti negara tersebut menutup pintu bagi regulasi yang ramah. Sikapnya dapat disimpulkan dengan sederhana: mengusir semua pelaku industri Web3 yang tidak memiliki lisensi dari Singapura.
Definisi DTSP dan Dampaknya
DTSP singkatan dari penyedia layanan token digital. Sesuai dengan definisi Pasal 137 Undang-Undang Layanan Keuangan dan Pasar (FSM Act) dan isi dokumen 3.10, DTSP mencakup dua kategori entitas:
Individu atau kemitraan yang beroperasi di tempat usaha di Singapura;
Perusahaan Singapura yang menjalankan layanan aset digital token di luar Singapura (apakah perusahaan tersebut berasal dari Singapura atau tempat lain)
Definisi ini tampaknya sederhana, tetapi sebenarnya berdampak jauh.
Definisi "tempat usaha" oleh MAS sangat luas, termasuk "setiap lokasi yang digunakan oleh pemegang lisensi untuk menjalankan bisnis di Singapura (termasuk kios yang dapat dipindahkan)". Ini berarti bahwa selama tidak ada lisensi di Singapura, menjalankan bisnis yang melibatkan aset digital di lokasi mana pun dapat menghadapi risiko hukum, baik terhadap pelanggan lokal di Singapura maupun pelanggan luar negeri.
Mengenai masalah legalitas bekerja dari rumah, tanggapan MAS menunjukkan:
Jika individu adalah karyawan perusahaan luar negeri, kerja dari rumah dapat diterima.
Namun, jika bekerja di ruang kantor bersama atau kantor perusahaan afiliasi, lebih mudah untuk terlibat dalam pengawasan.
Namun, definisi "karyawan" oleh MAS masih kabur, apakah pendiri proyek dianggap sebagai karyawan, apakah kepemilikan saham mempengaruhi status karyawan, semua ini ditentukan oleh MAS.
Definisi luas layanan aset digital
MAS memiliki definisi yang sangat luas tentang layanan token digital, hampir mencakup semua jenis token dan layanan terkait. Perlu dicatat bahwa bahkan penerbitan laporan penelitian dapat termasuk dalam lingkup regulasi.
Berdasarkan Pasal 1 Lampiran FSM Act (j), cakupan pengawasan mencakup:
"Segala layanan yang terkait dengan penjualan atau penawaran token digital, termasuk: (1) memberikan saran terkait token digital secara langsung atau melalui publikasi, artikel, atau bentuk lainnya (elektronik, cetak, atau bentuk lainnya), atau (2) memberikan saran terkait token digital melalui publikasi atau penyebaran analisis penelitian atau laporan penelitian (elektronik, cetak, atau bentuk lainnya)"
Ini mungkin berarti bahwa, jika sebagai KOL atau lembaga menerbitkan laporan analisis nilai investasi suatu token di Singapura, secara teoritis mungkin memerlukan izin DTSP, jika tidak, mungkin dianggap melanggar hukum.
Kelompok yang Potensial Terpengaruh
Tipe identitas pribadi berisiko tinggi:
Pekerja lepas: termasuk pengembang, konsultan proyek, pembuat pasar, penambang, dll.
Kreator konten dan KOL: termasuk analis, pengelola komunitas, dll.
Personel inti proyek: termasuk pendiri, BD, penjualan, dan personel bisnis inti lainnya
Tipe lembaga risiko tinggi:
Bursa tidak berlisensi: bursa terpusat, bursa terdesentralisasi
Pihak proyek: DeFi, dompet, NFT, dll
Kesimpulan
Langkah regulasi Singapura kali ini menunjukkan bahwa negara tersebut sedang mengambil tindakan keras terhadap semua aktivitas yang tidak sesuai dengan peraturan terkait aset digital. Baik di gedung perkantoran mewah maupun di sofa rumah, baik CEO perusahaan besar maupun pekerja lepas, siapa pun yang terlibat dalam layanan token digital dapat terjerat dalam lingkup pengawasan.
Karena adanya banyak area abu-abu dalam definisi "tempat usaha" dan "melakukan bisnis", MAS kemungkinan besar akan mengadopsi strategi penegakan hukum yang "berbasis kasus".
Ingin mendekatkan diri dengan kepatuhan secara mendadak? MAS secara jelas menyatakan bahwa mereka akan menyetujui lisensi DTSP dengan cara yang "sangat hati-hati", dan hanya akan menyetujui permohonan dalam "kasus yang sangat terbatas".
Di Singapura, era arbitrase regulasi secara resmi berakhir, dan pola industri mungkin menghadapi penyesuaian besar.
This page may contain third-party content, which is provided for information purposes only (not representations/warranties) and should not be considered as an endorsement of its views by Gate, nor as financial or professional advice. See Disclaimer for details.
10 Suka
Hadiah
10
6
Bagikan
Komentar
0/400
GhostAddressHunter
· 10jam yang lalu
Regulasi begitu ketat, pergi ke India saja.
Lihat AsliBalas0
token_therapist
· 07-09 09:24
point shaving terlalu lambat, sekali lagi akan dumping
Lihat AsliBalas0
RektRecorder
· 07-07 05:51
Sudah merasa akan menjaring
Lihat AsliBalas0
AirdropBlackHole
· 07-07 05:49
Regulasi semakin ketat, dunia kripto suckers tidak akan pernah habis.
Lihat AsliBalas0
FloorPriceNightmare
· 07-07 05:45
Regulasi yang ketat, cepat atau lambat harus Rug Pull.
Singapura memperketat regulasi DTSP, industri Web3 menghadapi penyesuaian besar.
Singapura memperketat regulasi aset digital, industri Web3 mungkin menghadapi penyesuaian besar
Pada 30 Mei 2025, Otoritas Moneter Singapura (MAS) menerbitkan dokumen tanggapan mengenai regulasi baru untuk penyedia layanan token digital (DTSP). Langkah ini dapat memiliki dampak mendalam pada keseluruhan lanskap industri Web3 di Asia, sementara banyak orang belum menyadari pentingnya hal ini.
Peraturan baru akan mulai berlaku secara resmi pada 30 Juni 2025, MAS secara tegas menyatakan tidak ada periode transisi. Ini berarti sebuah "pengunduran Web3 Singapura" berskala besar mungkin telah dimulai secara diam-diam.
MAS dengan jelas menyatakan dalam dokumen yang penuh dengan kata-kata pedas ini: "Kami akan mengambil sikap yang sangat hati-hati." Ini menandakan bahwa Singapura, yang pernah dianggap sebagai "surga ramah kripto Asia" oleh para praktisi Web3 global, sedang mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu dengan cara yang mengejutkan — bukan penyesuaian kebijakan secara bertahap, tetapi hampir seperti pengetatan regulasi yang "jatuh dari tebing."
Bagi proyek dan institusi yang masih mengamati, pertanyaannya mungkin bukan lagi "apakah akan pergi", tetapi "kapan akan pergi" dan "kemana akan pergi".
Kemuliaan Masa Lalu: Era Keemasan Arbitrase Regulasi
Melihat kembali Singapura di tahun 2021, ketika China melarang perdagangan cryptocurrency secara total dan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) memperketat regulasi, pulau kecil ini justru menyambut para pengusaha Web3 dengan tangan terbuka. Beberapa lembaga terkenal memilih untuk mendirikan kantor pusat di sini, bukan hanya karena pajak capital gain 0%, tetapi juga karena sikap "menerima inovasi" yang ditunjukkan oleh MAS pada saat itu.
Saat itu, Singapura dapat dianggap sebagai "surga arbitrase regulasi" untuk industri Web3. Di sini, mendaftar perusahaan berarti dapat secara legal menyediakan layanan aset digital kepada pengguna di seluruh dunia (kecuali Singapura), sambil menikmati reputasi sebagai pusat keuangan Singapura. Model bisnis "berbasis di Singapura, melayani dunia" ini sempat menarik banyak praktisi Web3.
Namun, peraturan baru DTSP di Singapura berarti negara tersebut menutup pintu bagi regulasi yang ramah. Sikapnya dapat disimpulkan dengan sederhana: mengusir semua pelaku industri Web3 yang tidak memiliki lisensi dari Singapura.
Definisi DTSP dan Dampaknya
DTSP singkatan dari penyedia layanan token digital. Sesuai dengan definisi Pasal 137 Undang-Undang Layanan Keuangan dan Pasar (FSM Act) dan isi dokumen 3.10, DTSP mencakup dua kategori entitas:
Definisi ini tampaknya sederhana, tetapi sebenarnya berdampak jauh.
Definisi "tempat usaha" oleh MAS sangat luas, termasuk "setiap lokasi yang digunakan oleh pemegang lisensi untuk menjalankan bisnis di Singapura (termasuk kios yang dapat dipindahkan)". Ini berarti bahwa selama tidak ada lisensi di Singapura, menjalankan bisnis yang melibatkan aset digital di lokasi mana pun dapat menghadapi risiko hukum, baik terhadap pelanggan lokal di Singapura maupun pelanggan luar negeri.
Mengenai masalah legalitas bekerja dari rumah, tanggapan MAS menunjukkan:
Namun, definisi "karyawan" oleh MAS masih kabur, apakah pendiri proyek dianggap sebagai karyawan, apakah kepemilikan saham mempengaruhi status karyawan, semua ini ditentukan oleh MAS.
Definisi luas layanan aset digital
MAS memiliki definisi yang sangat luas tentang layanan token digital, hampir mencakup semua jenis token dan layanan terkait. Perlu dicatat bahwa bahkan penerbitan laporan penelitian dapat termasuk dalam lingkup regulasi.
Berdasarkan Pasal 1 Lampiran FSM Act (j), cakupan pengawasan mencakup:
"Segala layanan yang terkait dengan penjualan atau penawaran token digital, termasuk: (1) memberikan saran terkait token digital secara langsung atau melalui publikasi, artikel, atau bentuk lainnya (elektronik, cetak, atau bentuk lainnya), atau (2) memberikan saran terkait token digital melalui publikasi atau penyebaran analisis penelitian atau laporan penelitian (elektronik, cetak, atau bentuk lainnya)"
Ini mungkin berarti bahwa, jika sebagai KOL atau lembaga menerbitkan laporan analisis nilai investasi suatu token di Singapura, secara teoritis mungkin memerlukan izin DTSP, jika tidak, mungkin dianggap melanggar hukum.
Kelompok yang Potensial Terpengaruh
Tipe identitas pribadi berisiko tinggi:
Tipe lembaga risiko tinggi:
Kesimpulan
Langkah regulasi Singapura kali ini menunjukkan bahwa negara tersebut sedang mengambil tindakan keras terhadap semua aktivitas yang tidak sesuai dengan peraturan terkait aset digital. Baik di gedung perkantoran mewah maupun di sofa rumah, baik CEO perusahaan besar maupun pekerja lepas, siapa pun yang terlibat dalam layanan token digital dapat terjerat dalam lingkup pengawasan.
Karena adanya banyak area abu-abu dalam definisi "tempat usaha" dan "melakukan bisnis", MAS kemungkinan besar akan mengadopsi strategi penegakan hukum yang "berbasis kasus".
Ingin mendekatkan diri dengan kepatuhan secara mendadak? MAS secara jelas menyatakan bahwa mereka akan menyetujui lisensi DTSP dengan cara yang "sangat hati-hati", dan hanya akan menyetujui permohonan dalam "kasus yang sangat terbatas".
Di Singapura, era arbitrase regulasi secara resmi berakhir, dan pola industri mungkin menghadapi penyesuaian besar.